Senin, 08 Agustus 2022

PII Wati Sebagai Agen Pemberdaya Perempuan OKU

 



ABSTRAK

 PII Wati sebagai Badan yang menjadi salah satu wajah yang memberdayakan kualitas dalam jiwa dan diri perempuan Indonesia, di Ogan Komering Ulu sendiri yang tidak lepas dengan keberadaan PII sebagai salah satu organisasi ikut serta menghadirkan PII Wati dalam langkah juuangnya mengkader umat di Bumi Sebimbing Sekundang. Setidaknya pernah Kabupaten ini membentuk Badan Otonom ( BO ) PII Wati sebagai sayap yang menunjang perjuangan PII OKU. Terhitung sekitar sepuluuh tahun Korps PII Wati melebarkan benderanya mengiringi berkibarnya bendera Pelajar Islam Indonesia di Ogan Komering Ulu.

 

PENDAHULUAN

 Tahun 1947 merupakan satu peristiwa bersejarah, dimana pada tahun ini bangkit sebuah organisasi yang memegangi jurang pertentangan antar dua kubu pelajar ( Pesantren dan Pelajar Umum).Pelajar Islam Indonesia, organisasi yang memiliki jembatan tujuan dalam mencapai Kesempurnaan Pendidikan dan Kebudayaan agar sesuai dengan Islam tersebut resmi berdiri di Yogyakarta, tanggal 4 Mei 1947.

 Kemudian di susul pada tanggal 31 Juli 1964, pada Muktamar ke10 di Malang, Jawa Timur, didirikan sebuah Badan Otonom untuk menyeimbangkan pemberdayaan Kader Wati yang memang saat itu mengalami krisis kader wati.Pergerakan PII Wati di Prioritaskan sebagai wadah pemberdayaan dan pembinaan Kader perempuan (PII Wati) yang pada umumnya memang memiliki waktu aktif yang lebih singkat.

 Semakin menyebarnya cabang PII, Koordinator PII Wati mengikuti penyebaran tersebut.Hingga mulai lahir Koordinator Wilayah di beberapa daerah serta Koordinator Daerah mengikuti untuk memberdayakan Kader Perempuan di kawasan Daerah. Ogan Komering Ulu juga merupakan bagian daerah yang pernah memiliki Koordinator Daerah PII Wati.  Sekitar paruh tahun 80an Korda ini di dirikan sebagai Penyelarasan pergerakan PII terutama di aspek keperempuanan.

METODE PENELITIAN

 Penelitian ini menggunakan Metode Kajian Pustaka,dimana pengkajian yang di maksudkan menggunakan tekhnik wawancara pada beberapa pihak terkait (Ketua Umum dan Ketua Koordinator Daerah PII Wati pada masanya ).

HASIL PENELITIAN

A. Hadirnya PII Wati Sebagai Wadah Pergerakan Perempuan Indonesia

 Perempuan atau anak cucu keturunan Hawa, sedari berabad abad lalu mengalami ketidak  adilan akan hak nya dalam menjalani kehidupan. Kalaupun kita membuka sejarah masa lalu, dapat di lihat bahwa adanya diskriminasi secara terang terangan, lebih mengarah pada penindasan martabat perempuan. Perempuan yang di anggap sebagai “barang” begitu membekas dalam perputaran zaman. Bagaimanapun juga pemikiran orang saat itu bahwasanya perempuan memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada laki laki.

 Hingga kemudian, Islam hadir menyempurnakan segala penyimpangan dan kesalahan pola piker umat manusia. Perempuan mendapatkan tempat istimeewanya dengan adanya Islam perempuan bisa mengangkat derajatnya dan meninggalkan keterpurukannya

 Namun, bagaimanapun juga pandangan perempuan lemah masih berlaku di berbagai pihak, Indonesia sendiri masih dapat di jumpai perilaku yang merendahkan atau bahkan menjuru pada pelecehan terhadap perempuan baik secara lisan, perlakuan fisik, maupun bentuk seksual. Contohnya saja, adanya pembatasan untuk perempuan mengenyam pendidikan tinggi dan meniti karir, karena anggapan bahwa akhirnya perempuan akan berakhir sebagai Ibu Rumah Tangga.

 Tidak seperti sekarang, di awal awal kemerdekaaan Indonesia belum terlalu banyak di jumpai wajah wajah perempuan yang terdidik, presentasenya sangat kecil jika di bandingkan dengan sekarang. Ibaratnya perempuan belum sepenuhnya mendapatkan haknya secara utuh.

 Meskipun gerakan emansipasi yang di suarakan oleh tokoh tokoh perempuan Indonesia sudaah lama bermunculan, namun belum bisa memberikan dampak yang maksimal terhadap pemberdayaan perempuan Indonesia. Kebebasan perempuan dalam membuka pandangan terhadap organisasi dan perkumpulan pun sangat kecil, seperti halnya terjadi di Pelajar Islam Indonesia, yang mana waktu keaktifan kader watinya terhitung lebih sedikit di bandingkan kader ikhwannya.

 Untuk itu di Muktamar Nasional ke 10 yang di laksanakan di Malang Jawa Timur, di putuskan untuk membentuk suatu wadah pergerakan yang secara khusus menangani permasalahan keperempuanan serta memerdayakan Kader Wati ( PII Wati ) agar dapat menyeimbangkan artian kesempurnaan pendidikan bagi seluruh umat manusia. Dari sinilah lahir Badan Otonom ( BO ) yang di ibaratkan sebagai sayap yang menopang keseimbangan organisasi PII dalam perjalanannya, yaitu Korps PII Wati yang resmi di dirikan pada 31 Juli 1964.

 

B. Perempuan Tangguh dan Menginspirasi

 Slogan yang menjadi ciri khasnya PII Wati di manapun berada, sebetulnya jika banyak yang menyadari bahwa tidak ada bedanya potensi di dalam diri perempuan maupun laki laki, toh, mereka juga sama sama Makhluk yang di ciptakan oleh Allah swt dengan keadaan yang sama, dengan asal dan pulang ke tempat yang sama juga.

 Namun anggapan bahwa perempuan lemah sudah menjamur di pikiran rakyat Indonesia, lebih banyak mempengaruhi pemikiran generasi di bawah 80an. Dimana banyak kita temui banyak orang tua memaksakan anak perempuannya melakukan pernikahan dini dan ujung ujungnya makin memperjelas statement dan pandangan bahwa perempuan akan kembali pada hakikatnya sebagai Ibu Rumah Tangga.

 Memang betul, perempuan pada akhirnya akan memegang status sebagai seorang istri yang patuh pada suami dan seorang ibu yang berkewajiban mendidik dan mengasuh anaknya. Namun, perlu di garis bawahi bahwa agama Islam tidak membeda bedakan antara perempuan dan laki laki, keduanya sama, sama sama memiliki hak, terutama dalam mengenam pendidikan serta menuntut ilmu yang merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam. Sampai sini mungkin sudah cukup menjawab bahwasanya tidak ada batasan bagi perempuan dalam menyeimbangkan pendidikannya seperti halnya laki laki.

 Tentunya perempuan yang akan memegang status sebagai Ibu perlu di bekali ilmu pengetahuan yang mumpuni karena sebagian besar waktu Ibu di habiskan untuk mengasuh dan mengurus anak, dan sebagian besar waktu anak di habiskan dengan interaksi dan belajar dari bagaimana sang ibu membimbingnya.

 PII Wati sebagai wadah pembentukan identitas muslimah yang taat pada syariat Islam dan memberikan kesempatan yang seluas luasnya untuk perempuan membuka cakrawala adalah salah satu kunci emas yang menjawab problematika di atas. Bukan hanya memberdayakan, tapi PII Wati juga memiliki tanggung jawab utuk memupuk karakteristik perempuan yang tangguh sedari usia pelajar, untuk kemudian dapat di realisasikan dalam perjalanan selanjutnya, baik dalam pengejaran karir maupun kehidupan setelah menikah, sehingga bisa menginspirasi segala elemen kehidupan perempuan Indonesia.

 

C. PII Wati dan Bumi Sebimbing Sekundang

Hadirnya PII pada 1947, kian menyebar luas seiring berjalannya waktu. Bermunculan eselon pengurusan di wilayah wilayah ( Pengurus Wilayah / PW ) yang di ikuti dengan  munculnya eselon pengurusan di daerah daerah ( Pengurus Daerah / PD ). Ogan Komering Ulu sendiri tercatat sebagai salah satu daerah Sumatera Selatan yang memiliki eselon kepengurusan daerah PII di bawah nungan Pengurusan Wilayah Sumatera Selatan. Masuknya Koordinator PII Wati di daerah Ogan Komering Ulu adalah dua tahun setelah PII kembali muncul di Ogan  Komering Ulu. Diketahui menurut Kak Kaharudin ( Ketua Umum PD PII OKU 1984-1985 ) bahwasanya PII sempat mengalamai kevakuman di sekitar akhir 70an ( ketika Asas Tunggal sangat intensif dan ketat terlaksana ) dan kembali lagi di tahun 1984 dengan di ketuai oleh beliau, namun saat itu PII masih berbentuk Badan Induk saja.

 Baru setelah periode Kanda Ali Imron ( 1985-1986 ), tepatnya ketika PII OKU di ketuai oleh Kanda Hamdi Akhsan ( 1986-1987 ) di hadirkan Badan Otonom PII Wati atau biasa di sapa sebagai Koordinator Daerah PII Wati, yang mana saat itu di ketuai oleh Yunda Wahyu Fatihah. Terhitung sektar sepuluh tahun PD PII OKU menghadirkan Korda PII Wati dalam  pelayarannya hingga kemudian Korda PII Wati mengalami kevakuman di tahun 1997.

 Personalia kepengurusan PII Wati sendiri di jabarkan sebagai berikut

Ketua Korda

Ketua Umum

Periodesasi

Wahyu Fatihah

Hamdi Akhsan

1986 – 1987

Aprilita

Abu Hanifah

1987 – 1988

-

Yulius Hartono

1988 – 1990

Nurhayati

Achmad Misbakhussudur

1990 – 1991

Nurjanah

Agus Saibani

1991 – 1992

-

Alm. Noprizal Hairin

1992 – 1993

Merri Martalena

M. Amien Martha

1993 – 1994

Siti Andayani

Novrian Akhzan

1994 – 1995

Eliza Yane Hesti

Alm. Insan Firdaus

1995 – 1996

Refnita Yulia

Qomaruzzaman

1996 – 1997

 

D. Ghiroh Juang PII Wati di Ogan Komering Ulu

1. Menurut Yunda Wahyu Fatihah di awal terbentuknya PII Wati langsung melengkapi pergerakan Badan Induk PII. Dimana saat itu PII memang memiliki basis pergerakan yang cukup aktif di SMA NEGERI 1 OKU. Sempat di pertanyakan, apakah ada kesulitan tersendiri dalam pergerakan lantaran saat itu PII masih berada di bawah baying Asas Tunggal, namun jawaban dari beliau cukup mencengangkan karena saat itu PII Wati dan PII memiliki tempat yang khusus di SMA tersebut dan sangat di terima baik oleh warga sekolah. Dengan kata lain, PII Wati mendapatkan ruang gerak yang luas untuk memberdayakan serta mengkader pelajar perempuan.

2.  Kemudian, menurut Kanda Abu Hanifah pada periode beliau, PII Wati melebarkan gerak juangnya pada gerakan pemberdayaan jilbab di sekolah sekolah yang memang saat itu masih sedikit terlihat pelajar putri yang mengenakan kerudung di sekolah.

3. Melompat ke periode Yunda Nurhayati, beliau menerangkan bahwa ketika beliau menjabat sebagai Ketua Korda, program yang di jalankan adalah penuntunan pelajar putri untuk menjadi sosok muslimah yang taat terhadap agama. Beliau menerangkan bahwa masa itu bersama kawan kawan yang lain, pembangunan kaffah keperempuanan adalah gerakan utama yang di laksanakan Korda PII Wati.

4. Di periodesasi  Yunda Eliza Yane Hesti, program yang di jalankan oleh PII Wati selain kajian rutin, juga di laksanakan Perpustakan Daerah.

Jika di simpulkan secara garis besar, nampaklah jelas bahwa keberadaan PII Wati merupakan agen pemberdayaan perempuan yang mana dengan adanya  PII Wati pemberdayaan perempuan terkhususnya di kalangan pelajar lebih tertata dan terarah, sehingga banyak pelajar putri yang ter-kader oleh PII dan menyertai pergerakan umat ini.

 

E. Vakumnya Korda PII Wati

 Lepas sepuluh tahun kehadiran Korda PII Wati, terjadi kevakuman terhadap Badan Otonom tersebut. Masuk periode 1997 tidak lagi di temukan Badan ini karena saat itu PII OKU kembali melebur menjadi satu badan ( Badan Induk ) sedangkan untuk menggantikan kekosongan wadah pemberdayaan kader PII Wati, di buatlah Bidang Keputrian sebagai pengganti. Belum di ketahui secara pasti, apa yang menyebabkan kevakuman Korda PII Wati, namun menurut beberapa pihak, kemungkinan besar hal ini di akibatkan dari belum stabilnya pergerakan PII sehingga terutama di Badan Induk, hingga hal ini menyebabkan harus adanya penanganan khusus untuk kembali menstabilkan pergerakan.


F. Keputrian Pengganti Korda

 Sedari peridode 1997 hingga sekarang Bidang Keputrian di jadikan alternative untuk mengisi kekosongan wadah yang memperdayakan kader PII Wati. Pertanyaanya apakah mampu Bidang Keputrian mengefektifkan pergerakannya ? Ketika di telusuri, memang pengkaderan di OKU kerap mengalami pasang surut bahkan sempat mengalami kekosongan kader dan bangkit kembali, begitupun tentang ketersediaan PII Wati. Namun, ini bukanlah acuan untuk membuat keterpurukan. Menurut beberapa pihak, dengan meleburnya PII Wati ke dalam Badan Induk, hal inipun membuat pergerakan lebih ringan dan kerja sama lebih terjalin tanpa adanya batasan Induk dan Otonom. Hingga pada Periode sekarang 2021-2022 statusnya masih berbentuk Keputrian yang masuk dalam Badan Induk.


Share:

Minggu, 20 Februari 2022

Antara PII dan Generasi

I believe the children are our future
Teach them well and let them lead the way
Show them all the beauty of they possed inside
Give them a sense of pride to make it easier 
Let the children laughter 
Remind us how we used to be 

 Begitu salah satu bait yang di nyanyikan oleh penyanyi Whitney Houston kalau di terjemahkan maka akan terbentuk kalimat

Aku percaya anak anak adalah masa depan kita
Ajari mereka dan biarkan mereka memimpin 
Tunjukkan keindahan yang mereka miliki 
Beri mereka rasa kebahagiaan untuk membuat ini mudah 
Biarkan tawa anak anak 
Mengingatkan bagaimana kita dulu 

 Mungkin bait kecil ini bisa di jadikan acuan betapa pentingnya peran anak anak untuk memimpin dunia ini di masa depan kelak. Mungkin satu di antara anak anak ini akan menjadi tentara, polisi, atau bahkan menjadi presiden. Bisa ? Bisa saja asal sudah ada penanaman jiwa pemimpin sejak dini. 

 Anak anak aja gitu yang harus punya jiwa pemimpin ? Tidak lah tentu kita yang para remaja harus memutar pola pikir yang awalnya hanya ingin di pimpin menjadi ingin memimpin. Karena masa remaja adalah ambang pintu menuju kedewasaan manusia yang mana saat dewasalah harus berpikir keras bagaimana saya ke depannya ? Bergerak atau diam ? Berjuang atau mati ?

 Untuk itu perlu sekali sejak sekarang menanamkan jiwa leadership di diri anak anak dan remaja. Dan tentunya kita yang tahu harus mengajari mereka sesuai porsi belajar mereka. Dari metode pengajaranpun harus sesuai terhadap siapa yang ingin kita ajari. Anak anak sesuai porsi belajar mereka dan remaja juga sesuai porsi mereka. 

 PII sebagai organisasi pengkaderan sebenarnya ikut andil dalam pembentukan jiwa leadership di diri anak anak dan remaja atau bisalah di sebut sebagai pelajar. Terbukti dari seringnya di adakan kegiatan Pelatihan Kepemimpinan ( Training ) dan untuk kalangan anak anak ada juga Pendidikan Kader Tunas. Sebenarnya PII sudah bisa menjadi alat untuk memenuhi kebutuhan negara terhadap generasi emas berjiwa pemimpin untuk memimpin negara atau bahkan memimpin seluruh negara nantinya. 

 Apapun yang terjadi PII harus selalu ada, karena anak anak serta remaja perlu wadah untuk menanam, memupuk, memlihara, mengembangkan, serta mengekalkan jiwa leadership di diri mereka. Kader PII pun juga harus menyadari siapa mereka ? Apa peran mereka ? Apa fungsi mereka terhadap generasi ? Apa fungsi mereka terhadap masa depan ?

Baturaja, 20 Februari 2022
Rifky Dalpyoga Harnando
( Ketua 1 Bidang Kaderisasi )


Share:

Kamis, 09 Maret 2017

Ta'lim


Ta'lim

  1. Pengertian
    Ta'lim secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), sedangkan secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.
    Menurut Q.S An-Nahl:78 , “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”. Ta'lim berarti usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, Ta’lim adalah bentuk pembinaan pelajar yang berorientasi pada peningkatan pemikiran, wawasan dan pengetahuan serta pembiasaan prilaku Islami. Fungsi Ta’lim adalah sebagai jalur pendalaman, pengayaan dan perluasan dari proses yang sudah dilakukan dalam Training sebelumnya serta mempersiapkan untuk jenjang Training berikutnya.
Tujuan
Adapun tujuan ta'lim adalah :
1. Meningkatkan pemahaman ajaran Islam (tafaqquh fiddin).
2. 
Membiasakan dan membudayakan pengamalan ajaran Islam
3. Membentuk dan menumbuhkan pemikiran, sikap dan perilaku Islami

Ta'lim di Pelajar Islam Indonesia terbagi menjadi 3 tingkatan, yaitu :
1. Ta'lim Awwal (لتعليم الاول )
2. Ta'lim Wustha (لتعليم الوسطى )
3. Ta'lim 'Ali (لتعليم العالي )


sumber :
  • https://akukepompong.wordpress.com/2011/12/30/pengertian-talim-tadib-tarbiyah-tadris-dan-tahdzib-talim/
  • https://piisumsel.wordpress.com/kaderisasi/taklim/


Share:

Kaderisasi


Kaderisasi

1.     PENGERTIAN
kaderisasi adalah proses pendididkan jangka panjang untuk pengoptimalan potensi-potensi kader dengan cara mentransfer dan menanamkan nilai-nilai tertentu, hingga nantinya akan melahirkan kader-kader yang tangguh.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Q.S. Ali Imran : 110)
kaderisasi suatu organisasi dapat dipetakan menjadi dua ikon secara umum. Pertama, pelaku kaderisasi (subyek). Dan kedua, sasaran kaderisasi (obyek). Untuk yang pertama, subyek atau pelaku kaderisasi sebuah organisasi adalah individu atau sekelompok orang yang dipersonifikasikan dalam sebuah organisasi dan kebijakan-kebijakannya yang melakukan fungsi regenerasi dan kesinambungan tugas-tugas organisasi. Sedangkan yang kedua adalah obyek dari kaderisasi, dengan pengertian lain adalah individu-individu yang dipersiapkan dan dilatih untuk meneruskan visi dan misi organisasi.
2.     Urgensi
“ Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah dibelakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (An-Nisa: 9)
Kaderisasi merupakan kebutuhan internal organisasi yang tidak boleh tidak dilakukan. Layaknya sebuah hukum alam, ada proses perputaran dan pergantian disana. Namun satu yang perlu kita pikirkan, yaitu format dan mekanisme yang komprehensif dan mapan, guna memunculkan kader-kader yang tidak hanya mempunyai kemampuan di bidang manajemen organisasi, tapi yang lebih penting adalah tetap berpegang pada komitmen sosial dengan segala dimensinya.
Sukses atau tidaknya sebuah institusi organisasi dapat diukur dari kesuksesannya dalam proses kaderisasi internal yang di kembangkannya. Karena, wujud dari keberlanjutan organisasi adalah munculnya kader-kader yang memiliki kapabilitas dan komitmen terhadap dinamika organisasi untuk masa depan
3.     Kenapa kaderisasi gagal?
Kaderisasi gagal biasanya terjadi karena beberapa hal:
1. Pelatih / Senior tidak memiliki kemampuan melatih
2. Pelatih / Senior tidak memiliki kemauan melatih
3. Tidak ada anggota / kader untuk dilatih
Sebab kesatu muncul karena senior hanya bersandar kepada pengalaman yang dimiliki. Seorang pelatih yang baik mutlak perlu cukup bacaan.
Dalam kaderisasi, pelatih / senior harus mampu mengkomunikasikan ilmu dan pengalaman.
Sebab kedua yang paling memprihatinkan. Kemauan adalah awal dari semuanya terjadi. Jika tidak ada kemauan melatih dari senior anda, maka carilah orang lain. Jika tidak ada, jadilah pelatih bagi anda dan teman-teman.
Dalam kaderisasi, pelatih / senior harus mampu mengkomunikasikan ilmu dan pengalaman.
Sebab kedua yang paling memprihatinkan. Kemauan adalah awal dari semuanya terjadi. Jika tidak ada kemauan melatih dari senior anda, maka carilah orang lain. Jika tidak ada, jadilah pelatih bagi anda dan teman-teman.
4.     Apakah yang dibutuhkan dalam Kaderisasi?
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”
(Q.S. Ash-Shaff : 4)
Dari ayat diatas bisa kita lihat bahwa untuk mengahasilkan kader-kader yang berpotensi yaitu dengan perencaan yang matang dan sistem yang teratur. Dimana jika kita lihat sekilas tentang luar biasanya sistem kaderisasi yang dilakukan rasulullah.Rasulullah, dalam mengkader, tidaklah sembarangan. Beliau melakukan kaderisasi secara teratur dan terencana.Beliau melakukan apa yang ia katakan. Sehingga kadernya menjadi taat dan melaksanakan apa yang beliau serukan. Allah swt juga telah mengingatkan kunci kaderisasi yang sukses dalam Al-Qur’an.
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (Q.S. Ash-Shaff : 2-3)
5.     Jadi kaderisasi?
Jadi, kaderisasi (sebagai proses) memiliki tugas atau tujuan sebagai proses humanisasi atau pemanusiaan dengan cara transofmasi nilai-nilai agar tri dharma perguruan tinggi dapat terwujud. Pemanusiaan manusia disini dimaksudkan sebagai sebuah proses pentrasformasian nilai-nilai yang membuat manusia (dalam hal ini mahasiswa) agar mampu meningkatkan potensi yang dimilikinya (spiritual, intelektual dan moral). Jadi dengan sendirinya, dalam kaderisasi harus terdapat sebuah persiapan mahasiswa agar mampu beradaptasi dan berintegrasi melalui konsientisasi (Proses dimana manusia mendapatkan kesadaran yang terus semakin mendalam tentang realitas kultural yang melingkupi hidupnya dan akan kemampuannya untuk merubah realitas itu)  dalam ranah pembebasan manusia (maksudnya ialah pembebasan dari dehumanisasi, dalam hal ini pendidikan), penelitian (berfikir ilmiah) dan pengabdian pada masyarakat.
“ Wahai orang-orang yang beriman ! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Q.S. Muhammad :7)

sumber : https://annisalidramaribeth.wordpress.com/2011/02/26/kaderisasi/
Share:

Minggu, 05 Februari 2017

PD PII OKU Periode 2015/2016

Berdiri dari kiri : Hesti Soleha - Mutiara Rachma - Loren Ariska Yuliantina - Thio Aldian Atalanksa - Eta Febriyanti - Anis Nikmatul Ajizah - Fira Maslakah - Wilya Hapsari
Duduk Dari kiri : Heru Fernando - Faqih Zaukul Hanif - Aldo Rizaldi - Ilham Suryanto

Struktur PD PII OKU Periode 2015/2016

Badan Pengurus Harian
Ketua Umum : Thio Aldian Atalanksa
Ketua I Bidang Kaderisasi : Loren Ariska Yuliantina
Ketua II Bidang Pengembangan dan Pembinaan Organisasi (PPO) : Heru Fernando
Ketua III Bidang Pengembangan Masyarakat Pelajar (PMP) : Aldo Rizaldi
Ketua IV Bidang Keputrian : Anis Nikmatul Ajizah
Sekretaris Umum : Wilya Hapsari
Wakil Sekretaris Umum : Hesti Soleha
Bendahara Umum : Eta Febriyanti
Wakil Bendahara Umum : Ilham Suryanto

Departemen - Departemen
Departemen Ta'lim dan Pemeliharaan Komisariat :
- Faqih Zaukul Hanif
- Meyki Saputra
Departemen Pembinaan dan Pengembangan Komisariat :
- Anis Septi Permata
- Frisda Iga Fahira
- Thowwil Umroni Ramadhan
Departemen Informasi dan Komunikasi :
- Cici Wahyuni
- Zeanendra Mahardika
Departemen Pembinaan dan Pengembangan Kader :
- Mutiara Rachma
- Fira Maslakah



Share:

Senin, 30 Januari 2017

Sejarah KB PII

Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia


Berawal pada Silaturrahim Halâl bi Halâl Keluarga Besar PII tanggal 28 Februari 1998 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Silaturrahim Halâl bi Halâl yang dihadiri begitu banyak warga KB PII yang diliputi suasana kangen-kangenan, diantaranya banyak yang menyatakan kehendak dan keinginannya agar acara tersebut tidak hanya merupakan forum kangen-kangenan dan sampai di situ. Mereka menghendaki ada kegiatan lebih lanjut untuk memperjuangkan cita-cita dan aspirasi yang diusung oleh PII.
Karena acara Silaturrahim Halâl bi Halâl tersebut kemudian ternyata menjadi titik tolak atau starting point bagi terbentuknya organisasi Perhimpunan KB PII maka kiranya perlu diterangkan lebih detail. Bermula dari acara pengajian putra-putrinya Warga KB PII Yogyakarta Besar yang diselenggarakan selama 2 hari pada bulan November 1997 di rumah Drs. Hidajat di Jl. Utama II No. 107 Pondok Karya, Pondok Aren, Tangerang dengan ustad tunggal Suprapto Ibnu Juraimi dari Yogyakarta. Ada juga penceramah lain, yaitu mantan Ketua Umum PB PII periode 1962-1964 Ahmad Djuwaeni dan Ketua Umum PB PII waktu itu (periode 1995-1998), Dra. A. Hakam Naja yang diikuti oleh anggota PB PII lainnya yaitu, M. Ansori, Surahman dan Nurdin Husen. Di samping Ahmad Djuwaeni hadir juga menyaksikan pengajian itu Endang T. Djauhari, Hardi M. Arifin dan M.S. Hidajat, tentu saja juga para warga KB PII yang mengantarkan putra-putrinya. Berkumpulnya sekian banyak warga KB PII tersebut dimanfaatkan oleh tuan rumah untuk menyampaikan gagasan menyelenggarakan acara silaturrahim Halâl bi Halâl, karena sudah lama sekali tidak ada acara semacam itu. Gagasan itu disambut dengan antusias oleh Endang T. Djauhari dkk dengan usulan supaya acara itu bersifat nasional, artinya jangan hanya untuk warga KB PII Yogyakarta saja.
Langkah berikutnya Endang T. Djauhari dengan nama Muhammad Abduh mengundang rapat beberapa warga KB PII Jakarta dan warga KB PII Yogyakarta untuk membentuk panitia Halâl bi Halâl tersebut yang diselenggarakan di Menteng Raya 58. Untuk seterusnya seluruh kegiatan panitia dipusatkan di Menteng Raya 58. Perlu ditambahkan bahwa sebagian besar biaya seluruh acara silaturrahim ini berasal dari Sdr, Yusuf Rahimi (Ketua Umum periode 1973-1976) dan dari Ir. Abdul Azis Hoesein, M.Sc.
Berangkat dari suara-suara dan keinginan agar lebih lanjut seperti tersebut di atas, maka Panitia Halâl bi Halâl yang diketuai oleh Drs. Hidajat dan Sekretaris Budiharto melanjutkan pekerjaannya mengambil prakarsa untuk mengadakan pertemuan dengan mengundang para tokoh KB PII di Jakarta dan kota-kota sekitarnya untuk membahas hal tersebut. Pertemuan pertama untuk membahas hal itu dilangsungkan tanggal 24 April 1998 di kantor Ir. Hasan Babsel, Gedung PLN, Jl. Trunojoyo No. 35 Jakarta Selatan. Di antara tokoh KB PII yang hadir adalah Prof. H. A. Timur Djaelani, MA, Hartono Mardjono, S.H., Ahmad Djuwaeni, A.Q. Djaelani, Drs. Moh. Husnie Thamrin, Endang T. Djauhari, Ir. Hasan Babsel, Utomo Dananjaya, Dra. Sri Sjamsiar Issom, H. Didih A. Sudarma (Alm.), Soepriyo Martodiwiryo, SH, Kol. (Purn) Firos Fauzan. Sedang yang memimpin pertemuan adalah Ketua Panitia Halâl bi Halâl, Drs. Hidajat. Peserta pertemuan sepakat untuk membentuk perkumpulan bagi waga KB PII dengan ketentuan agar perkumpulan tersebut bersifat paguyuban dan longgar (tidak terlalu ketat) serta beberapa catatan lainnya. Untuk merumuskan dan menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut lalu dibentuk Panitia Perumus terdiri dari : Drs. Hidajat, Moh. Djauhari, M. Nur Chaniago, Drs. Malidu Ahmad, H.M. Natsir Zubaidi, H. Syarief Husein Alaydrus (Alm.) dan Ahmad Sukatmajaya, SE., MM, yang semuanya juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Hasil rumusan Panitia Perumus dalam bentuk Pedoman Dasar (Anggaran Dasar) organisasi yang akan dibentuk disampaikan ke pertemuan Warga KB PII yang lebih luas yang diselenggarakan pada tanggal 23 Mei 1998 di Masjd Istiqlal Jakarta. Pertemuan atau rapat ini juga dipimpin oleh Drs. Hidajat. Setelah dilakukan beberapa perbaikan oleh peserta rapat, saat itu juga naskah Pedoman Dasar tersebut disetujui oleh peserta rapat. Istilah Pedoman Dasar dengan sengaja digunakan untuk status perkumpulan ini dengan maksud untuk memberi arti lebih rendah dan jauh lebih sederhana dibandingkan dengan Anggaran Dasar, karena hanya mengundang ketentuan-ketentuan umum saja tentang suatu organisasi. Pada waktu itu juga dipilih secara bulat Prof. H. A. Timur Djaelani, MA, sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani sebagai Ketua Umum Majelis Pengurus. Peserta rapat juga mengusulkan nama-nama untuk Pengurus Harian. Kemudian Pengurus Harian ini yang menyusun Pengurus Pusat secara lengkap, baik Majelis Pertimbangan maupun Majelis Pengurus. Ada dua kategori untuk anggota Majelis Pertimbangan yaitu semua mantan Ketua Umum PB PII dan warga KB PII yang ada pada saat pembentukan pengurus ini mempunyai kedudukan penting dalam masyarakat termasuk yang mempunyai kedudukan penting dalam pemerintahan. Sedang untuk Majelis Pengurus diusahakan dapat meliputi berbagai unsur, seperti birokrat, pengusaha, ulama, pendidik, asal daerah, generasi muda dan aneka ragam pandangan mereka. Dengan sengaja tidak diadakan Departemen atau bagian khusus wanita dengan harapan pria dan wanita mengerjakan dan menyelesaikan suatu masalah bahkan semua masalah secara bersama-sama. Disamping itu, pertemuan ini juga sepakat mengeluarkan pernyataan mendukung kepemimpinan B.J. Habibie sebagai Presiden RI.
Tentang terpilihnya Prof. H. A. Timur Djaelani, MA., sebagai Ketua Majelis Pertimbangan mungkin dapat dinilai sebagai peristiwa yang wajar karena disamping sebagai pendiri PII beliau juga adalah sosok yang tidak pernah lepas dari kehidupan PII dalam suka dan duka.
Sedang tentang terpilihnya Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani memang sebuah rekayasa. Menjelang pertemuan tanggal 23 Mei 1998 Panitia Perumus mengundang para tokoh PII lagi di Restoran Natrabu di Gedung Perwakilan Muhammdiyah, Jalan Menteng Raya No. 62, Jakarta Pusat. Di antara yang hadir adalah A. Q. Djaelani, Drs. Moh Husnie Thamrin, Hardi M. Arifin, Hussein Umar, Endang T. Djauhari, M. Djauhari dan Drs. Hidajat. Acara utamanya adalah mencari calon Ketua Umum organisasi yang akan didirikan tersebut. Setelah ditawar-tawarkan ke banyak tokoh KB PII termasuk yang hadir di situ ternyata tidak ada yang bersedia maka salah seorang yang hadir M. Djauhari mengusulkan Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani dan disetujui oleh semua yang hadir. Drs. Hidajat ditugaskan untuk menyampaikan kesepakatan ini kepada Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani, walaupun sebetulnya keduanya belum saling mengenal.
Pada tanggal 22 Mei 1998 malam Drs. Hidajat menelepon Pak Maulani, pertama yang dilakukannya adalah memperkenalkan diri, kedua memberitahukan rencana pertemuan KB PII esok harinya. Dengan cepat beliau menukas: "Oya, saya sudah kenal tanda tangan Anda", berarti surat undangan untuk pertemuan itu sudah beliau terima. Drs. Hidajat kemudian menyampaikan kesepakatan beberapa teman untuk memilih beliau sebagai Ketua Umum organisasi yang akan dibentuk besok, dan karena itu mengharapkan betul kehadiran beliau dalam pertemuan tersebut. Walaupun pada saat yang sama akan ada acara serah terima jabatan Menteri Sekretaris Negara dari pejabat lama kepada Mensesneg yang baru Ir. Akbar Tandjung, atas desakan Drs. Hidajat beliau berjanji akan hadir walaupun sebentar. Perlu diingat bahwa waktu itu posisi beliau adalah Sekretaris Wakil Presiden B.J. Habibie. Sehari sebelum Drs. Hidajat menelepon itu terjadi pemindahan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Wakil Presiden B.J. Habibie, jadi dapat dimengerti apabila beliau memang sibuk luar biasa. Karena itu ketika beliau datang ke rapat yang sedang membicarakan rumusan Pedoman dasar/Anggaran Dasar maka pimpinan rapat yaitu Drs. Hidajat langsung menghentikan pembicaraan itu. Setelah Drs. Hidajat berkenalan sebentar dengan Pak Maulani langsung menawarkan kepada peserta rapat keinginan beberapa teman yang mencalonkan Pak Maulani sebagai Ketua Umum organisasi KB PII yang akan dibentuk hari itu. Ternyata tawaran itu disambut dengan penuh antusias dan diterima secara aklamasi bulat dengan tepuk tangan serentak. Maka dengan cepat dan dengan suara bulat terpilihlah Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII. Baru kemudian dipilih Ketua Majelis Pertimbangan, Prof. H. A. Timur Djaelani, MA.
Dalam rangka memenuhi peraturan yang ada (UU No. 8/1995 tentang Organisasi Kemasyarakatan) Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII pada tanggal 18 November 1998 mendaftarkan diri ke Departemen Dalam Negeri RI, namun tidak ada tanggapan. Dalam rangka melengkapi diri supaya dapat bertindak sebagai badan hukum maka Perhimpunan KB PII telah dikukuhkan dengan akte notaris No. 5 oleh Notaris Yudo Paripurno, S.H., pada tanggal 6 September 2000. Selanjutnya dengan akte notaris tersebut organisasi paguyuban Perhimpunan KB PII didaftarkan lagi ke Depdagri dan telah didaftar sebagai Organisasi Kemasyarakatan dengan Nomor Inventarisasi: 56/D.I.(XI/2000 tanggal 30 November 2000. Nomor pendaftaran ini bagi teman-teman (pengurus di daerah) mempunyai arti cukup penting dan menambah percaya diri. Dengan demikian walaupun Perhimpunan KB PII ini didaftarkan sebagai organisasi paguyuban, namun secara resmi didaftar sebagai organsasi kemasyarakatan.
Kita semua mengetahui bahwa kantor sebagai pusat kegiatan organisasi adalah sangat penting. Dengan keberanian luar biasa dari Ketua Umum maka Pengurus Pusat dapat kantor di Jl. Madium No. 34 Jakarta Pusat, salah satu bangunan kantor milik BAKIN (BIN). Namun setelah Ketua Umum, Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani lengser dari jabatan dinasnya sebagai Kepala BAKIN maka Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII juga harus pindah dari tempat itu. Juga dengan keberanian mental luar biasa serta keberanian untuk mengeluarkan uang dari sakunya untuk menyewa ruangan kantor tersebut maka Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII dapat berkantor di Gedung Balai Pustaka, Jl. Gunung Sahari Raya No.,4, Jakarta Pusat. Itu semua adalah jasa Drs. M. Tauhid.
Perkembangan yang cukup penting yang perlu dicatat adalah mengenai sifat organisasi, yaitu paguyuban. Sifat paguyuban merupakan ciri organisasi Perhimpunan KB PII yang melekat sejak awal pembentukannya sampai dengan Musyawarah Nasional ke-2 tahun 2005. Pada Musyawarah Nasional ke-2 sifat paguyuban itu dihapus dari Anggaran Dasar Perhimpunan KB PII. Sifat organisasi yang tercantum dalam Pasal 4 Anggaran Dasar kemudian menjadi berbunyi sbb ini.
  1. Organisasi ini bersifat kekeluargaan, independen, dan tidak terikat pada pihak mana pun juga.
  2. Perhimpunan KB PII mempunyai hubungan sejarah dan cita-cita yang sangat erat dengan Pelajar Islam Indonesia (PII).
Dengan dihilangkan sifat paguyuban ini diharapkan dapat pula menghilangkan kesan bahwa Perhimpunan KB PII hanya merupakan wadah untuk kangen-kangenan dan sekedar wadah untuk bernostalgia tentang kehebatan dan kejayaan PII di masa lalu.
Perkembangan lain yang juga perlu dicatat adalah perubahan nama Organisasi Keluarga Besar Alumni Pelajar Islam Indonesia Wlayah Jawa Barat (KBA PII) menjadi Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (Perhimpunan KB PII). Perlu diketahui bahwa KBA PII Wilayah Jawa Barat didirikan di Bandung pada tanggal 28 Maret 1998. Jadi lebih dahulu dibandingkan dengan Perhimpunan KB PII yang didirikan pada tanggal 23 Mei 1998. Keputusan untuk mengubah nama KB PII dan menyatukan diri ke dalam Organisasi Perhimpunan KB PII diambil pada Musyawarah Wilayah I Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia Wilayah Jawa Barat di Bandung tanggal 23 Juni 2002.

--------------------------------------
Jakarta,  Maret 2005
PENGURUS PUSAT
PERHIMPUNAN KB PII


ttd
H i d a j a t
                                                                    Sekretaris Umum
Share:

Kamis, 26 Januari 2017

Pelajar Islam Indonesia


Sejarah Pelajar Islam Indonesia


Pelajar Islam Indonesia disingkat PII adalah sebuah organisasi Pelajar Islam yang pertama yang didirikan di Kota Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Para pendirinya adalah Joesdi Ghazali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji. Organisasi ini dikenal dengan kekuatan sistem kaderisasinya.


Pembentukan

Salah satu faktor pendorong terbentuknya Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah dualisme sistem pendidikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme Belanda, yakni pondok pesantren dan sekolah umum. Masing-masing dinilai memiliki orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara sekolah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok pesantren menganggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena produk kolonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum dengan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menilai santri pondok pesantren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan sebutan "santri kolot" atau santri "teklekan".
Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar, yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) namun organisasi tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Hal ini menjadi kerisauan seorang pelajar STI YogyakartaJoesdi Ghazali. Oleh karena itu, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika sedang beri'tikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, terlintas dalam pikirannya, gagasan untuk membentuk suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan pelajar Islam. Gagasan tersebut kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung SMP Negeri 2 Setyodiningratan, Yogyakarta. Kawan-kawannya yang hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain: Anton Timur DjaelaniAmien Sjahri dan Ibrahim Zarkasji, dan semua yang hadir kemudian sepakat untuk mendirikan organisasi pelajar Islam.
Hasil kesepakatan tersebut kemudian disampaikan Joesdi Ghazali dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1 April 1947. Karena banyak peserta kongres yang menyetujui gagasan tersebut, maka kongres kemudian memutuskan melepas GPII Bagian Pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk. Utusan kongres GPII yang kembali ke daerah-daerah juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi khusus pelajar Islam di daerah masing-masing.
Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Minggu, 4 Mei 1947, diadakanlah pertemuan di kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Joesdi GhozaliAnton Timur Djaelani dan Amien Syahri mewakili Bagian Pelajar GPII yang siap dilebur di organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk, Ibrahim Zarkasji, Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat dipimpin oleh Joesdi Ghozali itu kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00, 4 Mei 1947. Untuk memperingati momen pembentukan PII, tanggal 4 Mei diperingati sebagai Hari Bangkit PII (HARBA PII). Hal dianggap sebagai momen kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah terakumulasi, sehingga tidak digunakan istilah hari lahir atau hari ulang tahun.

Revolusi Fisik

Tak lama setelah PII berdiri pada tahun, pada tahun 1947 Belanda melancarkan agresi militer yang pertama. Dalam agresi ini kader PII terlibat dalam usaha mempertahankan negara melalui pembentukan Brigade PII di Ponorogo pada 6 November 1947 yang dipimpin oleh Abdul Fattah Permana. Korps yang baru dibentuk ini ikut serta sebaga pendamping Jenderal Sudirman dalam perang gerilya. Secara khusus Jenderal Sudirman mengapresiasi peran PII dalam pidatonya pada peringatan Hari Bangkit I PII tahun 1948 di Yogyakarta
"Saya ucapkan banyak-banyak terima kasih kepada anak-anakku di PII, sebab saya tahu bahwa telah banyak korban yang telah diberikan oleh PII kepada negara. Teruskan perjuanganmu. Hai anak-anakku Pelajar Islam Indonesia. “Negara di dalam penuh onak dan duri, kesukaran dan rintangan banyak kita hadapi. Negara membutuhkan pengorbanan pemuda dan segenap bangsa Indonesia."

AFS

Pada tahun 50-an PII melakukan berbagai kerjasama pendidikan dengan berbagai negara. Salah satu aktifitas yang dilakukan adalah American Field Service (AFS) berupa pertukaran pelajar di Indonesia dengan di Amerika. Beberapa kader PII yang merupakan alumni AFS ini adalah Taufiq Ismail, Tanri Abeng, dan ZA. Maulani. Belakangan program ini diambil alih oleh Pemerintah RI.

Angkatan 66


Pahlawan Ampera dari PII
Setelah mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil alih semua kekuasaan di Indonesia terpusat di tangan presiden. Soekarno lalu mengajukan konsep persatuan antar ideologi yang hidup di Indonesia yang dikenal dengan NASAKOM (Nasionalis-Agama-Komunis). PII yang sejak semula tidak sejalan dengan PKI menolah konsep itu bersama dengan elemen lain seperti HMI dan GPII. Pada tahun 1962, GPII dibubarkan serta dilanjutkan dengan usaha pembubaran HMI. Saat itulah PII mengeluarkan pernyataan, "Langkahi mayat PII sebelum membubarkan HMI".
Perseteruan PII dan PKI terus berlanjut terutama setelah pembubaran Masyumi di tahun 1960 dimana anak-anak PII digelari sebagai Masjumi bercelana pendek. Puncak perseteruan itu adalah teror yang dilancarkan oleh organ PKI di Kanigoro, Kediri yang dikenal sebagai Teror Subuh di Kanigoro (Kanigoro Affairs) pada januari 1965. Saat itu ratusan kader PII yang sedang melaksanakan kegiatan Mental Training diserbu oleh ratusan organ PKI.
Pada tahun 1966 PII mengkonsolidasi kekuatan pemuda pelajar dalam sebuah gerakan bernama KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Ketua Umum PB PII saat itu, M. Husni Thamrin, dipilih sebagai Sekretaris Jenderal KAPPI. Segera setelah itu KAPPI berdiri di berbagai daerah di Indonesia melalui jaringan PII sebagai pelopornya. KAPPI kemudian menjadi sarana efektif penyuaraan Tritura setelah terkekangnya aktifitas KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan KAPPI tak jarang mengakibatkan kontak fisik dengan aparat keamanan. Beberapa kader PII/KAPPI tewas dalam gelombang demonstrasi tersebut. Ada Ichwan Ridhwan Rais di Jakarta, Hasanuddin di Banjarmasin, Syarif Alqadri di Makassar, Ahmad Karim di Bukittinggi, dan masih banyak yang lainnya.

Bawah Tanah

Pada tahun 1985 pemerintah orde baru menerbitkan Undang-Undang Keormasan No. 8 tahun 1985. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa setiap organisasi kemasyarakatan di Indonesia harus mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas atau asas tunggal. Undang-undang ini merupakan bagian dari paket Undang-Undang Politik dimana sebelumnya telah ada undang-undang yang mengatur hal yang sama untuk partai politik Organisasi Kemasyarakatan diberikan waktu selama dua tahun untuk menyesuaikan diri dan bagi yang tidak mematuhi akan diberikan sanksi dari pemerintah.
Terdapat tarik-menarik yang cukup heboh tentang masalah ini. Selama ini setiap organisasi kemasyarakatan di Indonesia bebas menggunakan asas sesuai dengan nilai yang diyakini oleh masing-masing organisasi. Pada prinsipnya semua organisasi kemasyarakatan (ormas) sepakat dan mengakui Pancasila sebagai dasar negara namun terjadi penolakan apabila semua organisasi dipaksakan menyesuaikan asas mereka dengan dasar negara. Di antara ormas Islam ada NU yang paling cepat menyesuaikan diri sedangkan Muhammadiyah akhirnya menerima setelah melalui proses yang cukup alot. HMI yang merupakan organisasi mahasiswa Islam akhirnya pecah menjadi dua kubu yakni HMI Dipo di bawah pimpinan Harry Azhar Aziz (sekarang anggota FPG DPR RI) yang kemudian dilanjutkan oleh M. Saleh Khalid dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) di bawah pimpinan Eggie Sudjana (sekarang pengacara). Kubu Dipo menerima Pancasila sebagai satu-satunya asas sedangkan HMI MPO menolak menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas. Kedua HMI ini masing-masing mengaku sebagai HMI yang sah.
Di PII sendiri bukan tidak ada perbedaan pendapat tentang masalah ini. Sebagian memilih menyesuaikan diri dan sebagian yang lain menolak. Penolakan kubu yang menolak adalah dengan alasan bahwa negara tidak boleh mengatur secara paksa urusan internal ormas. Kelompok ini tetap menerima Pancasila sebagai dasar negara. Sementara kelompok yang menerima beralasan bahwa PII tidak perlu terlalu memperhatikan masalah itu karena pada dasarnya PII akan lebh banyak berkutat pada masalah pelajar. Tarik-tarik ini baru selesai pada saat Deklarasi Cisarua yang memutuskan bahwa PII menolak menyesuaikan diri dengan asas tunggal. Pada 17 Juni 1987, pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri mengeluarkan keputusan pembekuan PII dan larangan segala aktifitas yang mengatasnamakan PII di seluruh wilayah Indonesia.
Setelah dibekukan, secara resmi PII sudah terlarang melakukan berbagai aktifitas di Indonesia. Untuk menghadapi ini, PII telah melakukan antisipasi. Secara struktural, kegiatan PII tetap berjalan seperti biasa namun disiasati dengan menggunakan mantel atau cover. Di beberapa daerah, Pengurus Daerah PII berkegiatan dengan cover Kelompok Belajar, Kelompok Pengajian, Kelompok Arisan, serta Kelompok Hobi. Di beberapa komisariat, kegiatan disamarkan dengan cover remaja mesjid, maupun kelompok belajar. Dengan cara ini, kegiatan PII tetap berjalan walaupun sembunyi-sembunyi. Dari segi kaderisasi, PB PII juga telah menyiapkan antisipasi dengan memperkenalkan model kaderisasi yang disebut "Sebelas Bintang, Matahari Plus Rembulan". Model ini dengan segera berkembang menjadi sistem kaderisasi alternatif selama menjadi gerakan bawah tanah.

Reformasi

Menjelang Reformasi 1998, PII sedang mempersiapkan diri untuk kembali menjadi organisasi formal dalam pentas gerakan pemuda/pelajar di Indonesia. Untuk itu PII menerapkan "Strategi Kulit Bawang" dimana PII mempunyai dua Anggaran Dasar. Satu Anggaran Dasar yang asli untuk kebutuhan internal, dan satu lagi Anggaran Dasar sebagai cover untuk legalisasi. Namun dengan datangnya reformasi, strategi ini tidak diperlukan lagi.
Dari segi kaderisasi, PII sebelum reformasi juga menyiapkan sistem kaderisasi terbaru bernama Sistem Ta'dib.

Keanggotaan dan Kepemimpinan

Keanggotaan

Keanggotaan di PII ditandai dengan beberapa jenis. Jenis pertama Anggota Tunas yaitu pelajar tingkat seolah dasar yang mengikuti kegiatan pembinaan di PII. Kedua, Anggota Muda yakni pelajar tingkat sekolah menengah yang mengikuti pembinaan PII. Ketiga, Anggota Biasa yakni pelajar tingkat menengah yang telah mengikuti Basic Training PII. Keempat, Anggota Luar Biasa yakni pelajar asing yang menjadi Anggota PII. Kelima, Anggota Kehormatan yakni orang-orang yang berjasa pada PII dan diangkat sebagai anggota.
Dari semua jenis anggota itu yang mempunya hak dan kewajiban penuh untuk beraktifitas, dipilih dan memilih di PII hanya Anggota Biasa.

Kepemimpinan

Pengurus Komisariat

Pengurus Komisariat PII adalah unit terdepan pembinaan pelajar. Pengurus Komisariat berbasis di sekolah SMP atau SMA, Mesjid, atau Kelurahan. Pengurus Komisariat dipilih dalam Musyawarah Komisariat untuk masa bakti 1 tahun. Personil Pengurus Komisariat berusia rata-rata 13-17 tahun.

Pengurus Daerah

Pengurus Daerah PII adalah unit Kepemimpinan satu tingkat di atas Komisariat. Pengurus Daerah berbasis di daerah Kota atau Kabupaten walaupun tidak tertutup kemungkinan ada 2 pengurus daerah dalam satu kabupaten. Pengurus Daerah dipilih dalam Konferensi Daerah untuk masa bakti 1 tahun. Personil Pengurus Daerah berusia rata-rata 13-17 tahun. Dalam satu Pengurus Daerah biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Daerah Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Daerah Badan Otonom Brigade PII. Di Pengurus Daerah juga terdapat Korps Pemandu dan Muallim.

Pengurus Wilayah

Pengurus Wilayah PII adalah unit Kepemimpinan satu tingkat di atas Daerah. Pengurus Wilayah berbasis di daerah Propinsi walaupun tidak tertutup kemungkinan ada 2 pengurus wilayah dalam satu propinsi. Pengurus Wilayah dipilih dalam Konferensi Wilayah untuk masa bakti 2 tahun. Personil Wilayah berusia rata-rata 18-22 tahun atau sedang menjadi mahasiswa S1. Dalam satu Pengurus Wilayah biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Wilayah Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Wilayah Badan Otonom Brigade PII. Di Pengurus Daerah juga terdapat Korps Instruktur

Pengurus Besar

Pengurus Besar PII adalah unit Kepemimpinan tertinggi di PII. Pengurus Wilayah dipilih dalam Muktamar Nasional untuk masa bakti 2 tahun. Personil Pengurus Besar rata-rata diisi oleh mahasiswa S1 tingkat akhir dan Mahasiswa S2. Dalam Pengurus Besar biasanya ada 3 institusi yakni Badan Induk, Koordinator Pusat Badan Otonom PII Wati serta Koordinator Pusat Badan Otonom Brigade PII ditambah dengan Badan dan Lembaga Khusus. Di Pengurus Besar terdapat Dewan Ta'dib.

Badan Otonom

Korps Brigade PII

Brigade PII adalah badan otonom PII yang berbentuk kelasykaran/ketentaraan. Ia ia merupakan salah satu dari pasukan rakyat yang berjuang melawan penjajah. Brigade PII berjuang saling bahu membahu dengan saudara perjuangan lainnya seperti : TKR (Tentara Keamanan Rakyat), TRI Hizbullah, BPRI (Baris dan Pemberontakan RI), TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar Jawa Timur), Sabilillah, Tentara Pelajar IPPI, TPI (Tentara Pelajar Islam Aceh), CM Corps – Mahasiswa, CP (Corps Pelajar Solo) dan lain sebagainya.
Brigade PII diresmikan pada tanggal 6 November 1947 dengan Komandan Abdul Fattah Permana. Walaupun baru diresmikan pada tahun 1947, sebenarnya sebelumnya telah ada aktifitas ke-brigade-an di PII. Satuan yang telah ada sebelum peresmian Brigade PII adalah TPI ( Tentara Pelajar Islam Aceh ). Sebanyak 12.000 orang anggotanya langsung dikoordinir di bawah komando Komandan Koordinator Pusat Brigade PII saat itu.Di antara pimpinan TPI Aceh ialah Hasan Bin Sulaiman, Hamzah SH, Ismail Hasan Metareum SH
Peran Brigade PII sangat besar terutama di saat-saat kritis. Pada saat pemberontakan PKI Madiun, Komandan Brigade PII Madiun Surjo Sugito yang masih sekolah di Sekolah Menengah, tewas. Ketika era bawah tanah, peran Brigade yang paling utama adalah menyelamat missi dan eksistensi organisasi. Tak jarang Brigade memainkan peran yang seharusnya diperankan oleh badan induk namun terhalang oleh posisi PII sebagai organisasi yang dilarang beraktifitas di zaman orde baru.

Korps PII Wati

Sejarah

Pada awalnya gagasan Korps PII Wati lahir di Training Centre Keputerian PII se-Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 20-28 Juli 1963 di Surabaya. Suasana duka sangat memengaruhi TC karena GPII baru saja dibubarkan (10 Juli 1963) dan ditambah bayang-bayang suram mengenai kemungkinan menyusulnya “pembubaran PII”. TC Keputerian tersebut diikuti oleh peserta dari PB, utusan wilayah-wilayah se-Jawa, Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, serta dipandu oleh bagian Kader PB PII (Muhammad Husni Thamrin, Hidayat Kusdiman, dan E. Basri Ananda).
Mengingat latar belakang yang heterogen, peserta training dibagi dalam tiga kelompok/group. Dalam TC berkembang kesadaran kuat untuk meningkatkan peranan dan kualitas kader / kepemimpinan PII Wati, serta menghapus citra negatif peran sebagai sekedar “etalase” atau “pengelola konsumsi”. Sementara fakta dan realita menunjukan bahwa kesempatan bagi puteri untuk mengembangkan diri dan berjuang di PII relatif lebih terbatas dan pendek. Beberapa peserta dari kelompok I (group Aisyah) yang terdiri dari Sri Samsiar (PB PII), Habibah Idris (PB PII), Chaerani Suty (Sumatra Utara), St Robiatun (Jogjakarta), Tuti Gitoatmodjo (Jawa Tengah), Nur Zahara Ansori (Sumatra Selatan), merumuskan gagasan pembentukan suatu wadah alternatif yang diharapkan mampu memacu / mempercepat proses kaderisasi kepemimpinan puteri yang selama ini banyak hambatannya. Inilah embrio gagasan mengenai Korps PII Wati, meski wujud konkrit lembaganya belum sempat dibicarakan lebih lanjut dalam TC itu. Realisasi gagasan itu kemudian dipelopori oleh bagian keputrian PW PII Jogjakarta Besar, yang membentuk Korps PII Wati Jogjakarta Besar pada akhir 1963.
Dalam sidang keputerian Muktamar PII X bulan Juli 1964 di Malang, disajikan 2 (dua) prasaran yang mengantarkan terbentuknya secara resmi Lembaga Korps PII Wati. Pertama dari PB PII oleh Sri Samsiar, dan kedua dari bagian keputerian PW PII Jogjakarta Besar yaitu St. Wardanah AR, Masyitoh Sjafei dan Hafsah Said.Selanjutnya Rapat Pleno I PB PII periode 1964-1966 yang dilangsungkan pada tanggal 6 September 1964, menugaskan Sri Sjamsiar selaku Ketua IV untuk mengkoordinir Bagian Keputerian PB PII dan menindaklanjuti pembentukan Korps PII Wati sebagai Keputusan Muktamar X.
Susunan Personalia Bagian Keputerian PB PII Periode (1964-1966) pada awalnya terdiri dari : Ketua : Siti Habibah Idris Wakil Ketua : Mismar Chatib Salami BA

Tujuan Pembentukan

Apa yang ingin diwujudkan oleh Korps PII Wati dirumuskan dengan singkat dalam tujuannya yaitu: ”Terbentuknya pribadi wanita Islam yang konsekwen terhadap prinsip-prinsip Islam.”
Pembentukan Korps PII Wati tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan diri dari PII atau memisahkan PII-wan dan PII-wati secara organisatoris, seperti yang terjadi antara IPNU dan IPPNU. Oleh karena itu status Korps PII Wati adalah merupakan Badan Otonom dari bagian keputerian dalam kepengurusan PII, dan Ketua Bagian Keputerian langsung menjadi Ketua Korps PII Wati dengan masa jabatan sesuai dengan masa jabatan pengurus PII yang setara. Selanjutnya, lembaga Korps PII Wati mempunyai kekuasaan penuh kedalam, sedang ke luar dilakukan oleh pengurus PII Bagian Keputerian. Di tiap-tiap kota hanya diperkenankan adanya Korps PII Wati yang dibentuk oleh instansi tertinggi yang ada di kota tersebut.
Dalam perkembangan selanjutnya, Korps PII Wati semakin mandiri. Pengurus Korps PII wati tidak lagi dipilih dari bidang keputrian, namun dipilih dalam musyawarah khusus dalam institusi musyawarah PII.

Periodesasi Kepengurusan

NoKetua UmumSekretaris JendralPeriode
1Yoesdi GhazaliIbrahim Zarkasyi1947
2NoersyafIbrahim Zarkasyi1947-1948
3Anton Timur DjaelaniYoesdi Ghazali1948-1950
4Anton Timur DjaelaniHalim M. A Tuasikal1950-1952
5Ridwan HasjimHalim M. A Tuasikal1952-1954
6Amir Hamzah WirjosoekantoIchwan Haryadi1954-1956
7Wartomo DwijuwonoAgus Sudono1956-1958
8Ali UndajaAbdurrahman Anshori1958-1960
9Thaher SahabuddinHartono Mardjono1960-1962
10Ahmad DjuwaeniEndang T. Jauhari1962-1964
11Syarifuddin Siregar PahuM. Husni Thamrin1964-1966
12M. Husnie ThamrinUtomo Dananjaya1966-1969
13Hussein UmarMansyur M. Amien
14Utomo Dananjaya (Pj)Khozin Arief
15Hussein UmarMansyur M. Amien1969-1973
16Usep FathuddinKhozin Arief
17Yusuf RahimiAchmad Djauhari1973-1976
18Ahmad Joenanie AloetsjahNasrul H. Soemardep1976-1979
19Masyhuri Amin MukhriM. Ibnu Sulaiman St1979-1983
20Mutammimul UlaA. Rasyid Muhammad1983-1986
21Chalidin YacobsMuchlis Abdi1986-1989
22Agus SalimAbdullah Baqir Zein1989-1992
23Syaefunnur MaszahA. Rahman Farid1992-1995
24Abdul Hakam NajaZaenul Ula M. J (1995-1996)1995-1998
Asep Effendi (1996-1997)
Subarman H. S (1997-1998)
25Djayadi HananIrfan Amrullah (1998-1999)1998-2000
Rofiq Azhar (1999-2000)
26Abdi RahmatFajar Nursahid (2000-2001)2000-2002
M. Sujatmoko (2001-2002)
27ZulfikarRomdin Azhar (2002-2003)2002-2004
Tri Suhari Yadi (2003-2004)
28DelianurJen Zuldi Rozalim (2004-2005)2004-2006
Pujo Priyono (2005-2006)
29Zaid MarkarmaNuril Anwar2006-2008
30NasrullahZakaria2008-2010
31Muhammad RidhaDede Rahmat2010-2012
32Randi MucharimanErlan Tresna (2012-2014)2012-2015
Sofian (2014-2015)
33Munawar KhalilWin Salamsyah Lingga (2015-2016)2015-2017
M. Salman Ramdhani (2016-2017)
Sumber : PII Langsa
                 Wikipedia
Share:

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.